Format Franchise Menghambat Perkembangan Esports?

Bagi yang tidak tahu, beberapa game yang menggunakan format seperti ini sebenarnya tidak begitu "sukses". Kecuali League of Legends yang memang sejak dulu memiliki popularitas yang sangat tinggi.

WEEK FIVE MONDAY Season 1 Group E

Franchise bisa dibilang mirip dengan closed leagues dimana hanya beberapa team terpilih saja yang bisa bermain. Dengan format seperti ini banyak yang berpendapat bahwa format franchise menghambat perkembangan esports.

Bagi yang tidak tahu, beberapa game yang menggunakan format seperti ini sebenarnya tidak begitu “sukses”. Kecuali League of Legends yang memang sejak dulu memiliki popularitas yang sangat tinggi.

Beberapa game seperti Mobile Legends, CoD, dan Overwatch menggunakan metode franchise seperti ini. Nyatanya ketiga game ini kurang begitu sukses dari segi esportsnya. Hal ini karena adanya ekosistem yang terlalu tertutup.

Bagi game yang memiliki open league seperti CSGO, Dota, Valorant, atau game FGC hal ini berbanding jauh dengan franchise. Untung atau tidaknya memang tergantung sudut pandang kalian.

Format Franchise Menghambat Perkembangan Esports?

Sistem franchise ini memaksa kompetisi sangat tertutup. Tidak banyak team yang bisa masuk kedalam kompetisi franchise seperti ini tanpa mengeluarkan uang banyak atau mendapatkan investor.

Secara kasar, metode seperti ini memaksa esports berjalan seperti olahraga konvensional yang mana tidak cocok. Dari segi kultur dan ekosistem saja sudah berbeda jauh yang mana esports lebih condong kepada komunitas dan grassroots.

Kurang Begitu Seru Tanpa Resiko

Mari bandingkan Mobile Legends dengan Rainbow 6. Keduanya memiliki sistem pertandingan yang mirip yaitu menggunakan liga. Masing-masing team akan bersaing menjadi pemenang dan memperebutkan tiket ke kompetisi yang lebih tinggi.

Tetapi Mobile Legends yang menggunakan sistem franchise tidak memiliki relegasi yang mana terserah kalian bermain buruk atau tidak, tidak akan turun ke liga bawah. di R6PL kalian bisa turun ke liga bawah yang mana sangat riskan.

Hal ini mirip dengan sepakbola Eropa dan Amerika dimana di Amerika tidak ada liga tier 2. Berbeda dengan Sepakbola Eropa misalnya ada Serie A dan Serie B di liga Italia. Nah hal ini yang membuat game membosankan di franchise.

Masing-masing team bisa bermain sangat jelek tanpa resiko karena mereka sudah membeli slot. Jadi tidak ada ancaman bahwa mereka akan turun ke liga bawah karena memang tidak ada.

Bentuk Investasi, Cari Untung

Nah sebenarnya dari sistem franchise seperti ini yang paling diuntungkan adalah para team itu tersendiri. Membeli slot berarti mereka melakukan investasi. Bahkan walau mereka “merugi”, mereka masih untung.

Misalnya team A membeli slot di liga seharga 1 Miliar Rupiah. Tetapi tidak mendapatkan keuntungan atau laba dalam beberapa tahun, uang belum kembali. Tetapi mereka masih untung karena company evaluation dan equity mereka terus meningkat dengan stabil.

Tetapi hal ini merugikan untuk team kecil lainnya. Mereka yang tidak memiliki modal dan dana tidak akan mungkin bisa masuk ke closed league seperti ini. Hal ini memaksa mereka hanya bisa mengikuti semi pro atau rookie tournament saja.

Dengan sistem seperti ini yang terbentuk hanyalah sebuah echo chamber tanpa kompetisi yang sengit karena masing-masing team bisa bermain buruk tanpa resiko. Dari segi penikmat skena esports, hal ini kurang begitu menyenangkan ditonton.

Franchising ini juga menjadi salah satu bentuk kapitalistik yang mana akan menguntungkan para elite yang memiliki kesempatan bermain di liga tersebut. Untuk team lain, lebih baik cari kompetisi lain karena kesempatan kalian bisa masuk hanya sepersekian persen suksesnya.

Pro dan kontra dari sistem seperti ini memang beragam. Tetapi kasarnya, kurang ada resiko dan kompetisi tertutup seperti ini memaksa pekembangan terhambat dan terjadinya echo chamber di dalam circle tersebut saja.

Ikuti juga media sosial kami di Instagram.

Website ini menggunakan Coookie untuk kestabilan akses, Apakah kamu menerimanya? Terima!Detail Tetang Cookie